Minggu, 17 Februari 2013

Survei Asiabus; yang membuat manusia merasa bahagia

Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa 91 persen orang Indonesia merasa bahagia (42 persen sangat bahagia dan 49 persen agak bahagia).  Laporan ini cukup konsisten dengan hasil survei Ipsos Global @dvisor tahun 2011 yang menyatakan 92 persen orang Indonesia merasa bahagia (51 persen sangat bahagia dan 41 persen  agak bahagia).
Dari mereka yang menjawab ‘sangat bahagia’ terdapat perbedaan-perbedaan yang menarik dari kota tempat tinggal, umur dan sosio-ekonomi.  Berdasarkan kota tempat tinggal, Kota Jakarta merupakan kota dengan persentase tertinggi yaitu 58 persen yang merasa sangat bahagia.
Selain itu dalam survei ini menunjukkan bahwa jenis kelamin yang merasa sangat bahagia adalah perempuan yaitu sebanyak 46 persen dibandingkan dengan pria yang hanya 39 persen.
Persentase yang merasa sangat bahagia didapati paling sedikit pada kelas sosial yang paling rendah dibandingkan dengan kelas sosial yang lebih tinggi.
 Survei Asiabus Desember 2012 ini bertanya kepada responden mengenai faktor apa saja yang dapat memberikan kebahagian terbesar. Hasilnya adalah 66 persen menyatakan faktor agama atau spiritual yang baik, faktor kesehatan atau kondisi fisik yang baik  sebesar 62 persen selanjutnya yaitu faktor anak sebanyak 57 persen. Hubungan dengan pasangan atau suami-istri sebanyak 54 persen. Sebesar 41 persen menyatakan faktor kondisi hidup seperti air, makanan dan tempat bernaung serta faktor perasaan karena memiliki hidup yang berarti.
Faktor pekerjaan menjadi faktor yang dapat memberikan kebahagiaan terbesar dirasakan oleh sebanyak 40 persen responden. Sedangkan faktor memiliki uang lebih dan faktor keselamatan serta keamanan pribadi dirasakan oleh 39 persen responden menjadi faktor yang dapat memberikan kebahagiaan terbesar. 

Sabtu, 02 Februari 2013

apakah watak / karakter manusia bisa berubah ?

Waktu itu saya sudah pernah membahas tentang watak...
Hmmm.. dan tidak pernah saya bosan untuk membahasnya lagi.
Karena menurut saya, watak atau karakter dari seseorang ialah yang menentukan kualitas hidup orang itu sendiri, juga untuk orang-orang yang disekelilingnya..

Saya mau cerita,
Pernah lihat binatang koala? atau paling tidak, tahu tentu yang namanya koala.
Si koala ini adalah binatang khas dari Australia.
Dia tenar sekali disana karena bentuknya memang lucu dan mengemaskan. Coklat gelap warnanya dan wajahnya lugu banget gitu.
Si koala ini punya karakter pemalas. Menurut penelitian (& juga menurut sumber salah seorang teman saya), si koala adalah salah satu binatang paling malas di dunia ini.

Konon dia tidur 22 jam dalam sehari!
Huebat ya… Padahal dalam satu hari hanya ada 24 jam, dimana dengan kata lain, ya hanya 2 jam tok si koala bangun dan beraktifitas.
Dia hidup di batang sebuah pohon. Kalau mau makan pun dia malas bergerak dan hanya mau bergeser sedikit untuk mengambil makanan yang sudah tersedia saja di sekitar dia. Bergerak paling banyak dia lakukan hanya kalau sedang melakukan hubungan seks.
Itulah mungkin kenapa si koala kemudian mendapat titel sebagai binatang pemalas.
Ya memang begitulah karakternya… Mana bisa berubah lagi?
Tetapi bagaimana ceritanya kalau dengan karakter seorang manusia?
Apa masih berubah?
Dalam satu bulan belakangan ini saya banyak sekali mendapat kalimat yang sama dari waktu ke waktu terus-menerus, “Ya memang begitu kok karakternya. Mana bisa berubah lagi..? ”
Apa iya manusia itu bisa sama disejajarkan seperti seekor koala, yang nota bene masuk ke dalam spesies binatang dan tidak bisa berubah?
Hmmmmmmmmmmmmmmmmh..
Saya yakin tidak ada yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang manusia.

Yang dibutuhkan lagi-lagi hanya seonggok, segepok, segumpal keyakinan, kemauan dan niat.
Dan saya yakin semua pasti sudah pernah mendengar kalimat tersebut sebelumnya dalam beragam percakapan, artikel dan dalam beragam hal.
Masalahnya sekarang seberapa besar keyakinan dan kemauan kita untuk berubah??

Kalau keyakinan dan kemauan itu cukup besar, rasanya tidak ada yang tidak mungkin.
Saya tidak percaya dengan kalimat tadi, ‘Ya sudah karakter. Mana bisa berubah lagi’. Menurut saya itu adalah sebuah alasan yang dangkal sekali. picik.
Karakter pemarah, karakter pemalas, karakter tukang ngaret, karakter defensif, karakter pembohong, karakter pembual, karakter egois, karakter kompulsif, karakter penakut, karakter depresif, karakter manipulatif dan beribu-ribu karakter lainnya SEMUA BISA BERUBAH !!.
Saya berani mempertaruhkan semua milik saya untuk kalimat saya tersebut.
Semua karakter BISA BERUBAH.

Pertanyaannya ‘hanya’lah, mau tidak si manusia itu berubah?
Kalau sudah mau berubah, pertanyaan selanjutnya dan yang paling penting mau tidak dia berjuang untuk berubah??
Perubahan bukan hal yang mudah dan dapat dicapai dalam waktu satu malam.

Saya pun tidak pernah bilang itu akan menjadi hal yang mudah serta cepat dicapai seperti orang makan cabai lalu langsung pedas.
Perubahan itu mungkin perlu dilakukan dengan usaha yang maha gigih sedikit demi sedikit, selangkah demi selangkah, setakar demi setakar.
Saya menyadari hal tersebut dari pengalaman pribadi.
Kebayang sudah berapa puluh tahun mungkin si karakter telah mengendap dan mengalir lancar dalam diri.
Kebayang pula sudah berapa puluh tahun kita telah terbiasa menjalankan karakter tersebut.
Seperti kalau misalnya si koala yang juga sudah turun temurun dari nenek moyang begitulah adanya.
Hal yang mustahil rasanya untuk merubah si koala.
Tetapi sekali lagi, apa iya kita sama sejajar dengan koala?
Bagaimana kabarnya dengan atribut ‘kemanusiaan’ yang melekat pada manusia seperti otak, kepintaran, intensi dan kemauan bebas?

Apa tidak ada gunanya semua untuk menghasilkan keadaan yang lebih baik?
Banyak orang mengatakan ingin berubah dan akan berubah.
Tetapi tidak banyak orang yang benar-benar berjuang mewujudkan perubahan itu.
Setiap orang juga tentunya pernah kena teguran, tamparan dan bahkan cacian.

Tetapi tidak banyak orang yang bisa belajar dari teguran, tamparan dan cacian tersebut serta menjadikannya sebagai wake up call.
Mungkin dulu pernah ada penelitian atau percobaan yang ingin membuat si koala lebih aktif, lebih gesit dan lebih banyak bergerak. Mungkin lho yaaaaaaa....
Namun tampaknya tidak sukses tuh karena si koala tetap lah si koala.
Lalu bagaimana dengan kita?
Apakah kita tetaplah kita yang sama dablek-nya dengan si koala???
Atau kita masih bisa menggunakan atribut ‘kemanusiaan’ kita untuk berjuang dan berubah menghasilkan keadaan yang lebih baik?
Saya yakin kita bisa.
Saya yakin Tuhan terus membimbing saya dan manusia lain makhluk ciptaanNya untuk menggunakan atribut ‘kemanusiaan’ yang ada dengan bijak.

Jumat, 01 Februari 2013

bent yang galau

Bent, ga ada satupun didunia ini yang bisa kamu percaya dan gampangkan..
ga ada juga yang bisa kamu harapkan untuk percaya sama kamu dan peduli sama kamu..
kamu lahir sendirian.. ketika mati nanti pun kamu sendirian.. jadi jangan takut sendirian.
kamu sudah peduli sama orang lain.. tapi jangan harap kalau orang  itu pun peduli sama kamu..
yang tau diri kamu itu cuma kamu sendiri, yang tau, mengerti dan paham akan diri kamu itu ya cuma kamu sendiri.
jadi kalau ada orang lain yang tidak peduli sama kamu harusnya kamu sudah bisa mengerti itu.. kamu kan sudah belajar psikologi.. :')

Sabar ya bent.. jangan cengeng. hidup terkadang berjalan tidak sesuai dengan apa yang kamu harapkan. tapi percaya deh, selalu ada alasan disetiap kejadian yang terjadi. Tuhan sudah merencanakan semuanya kok, Ia hanya ingin mengajarimu sesuatu hal yang lain. Bersyukurlah.. disetiap sisi kehidupan yang menurutmu 'pait' itu, ada sesuatu hal manisnya kan yang dijalanin.. kamu punya ibu yang baik, adik yang bisa diajak kompak, ayah yang sehat.. juga pacar yang cinta sama kamu, yang perhatian sama kamu, dan juga peduli sekali sama kamu.. Kamu harus menyadari itu semua Benta :) .  Good Luck with your Life. ^,^